Sabtu, 22 Juli 2017

Peran Psikoterapi dalam Kehidupan Bermasyarakat



Peran Psikoterapi dalam Kehidupan Bermasyarakat
                             
1.      Definisi psikoterapi         
Psikoterapi berasal dari dua kata, yaitu “psyche” yang berarti “jiwa” dan “therapy” yang berarti “pengobatan”. Jadi “psikoterapi” berarti “pengobatan jiwa” .Sampai saat ini psikoterapi dianggap sebagai aspek murni psikiatri yang merupakan bagian integral dari praktek psikatri dan relevant digunakan pada gangguan psikiatrik, Psikoterapi digunakan untuk ,meningkatkan sikap fleksibilitas, kebebasan, kebahagian dalam hidup mereka.
Psikoterapi merupakan usaha seorang terapis untuk memberikan suatu pengalaman baru bagi orang lain. Pengalaman ini dirancang untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengelola distres subjektif. Ini tidak dapat mengubah problem pasien yang ada.Tetapi dapat meningkatkan penerimaan diri sendiri, membolehkan pasien untuk melakukan perubahan kehidupan dan menolong pasien untuk mengelola lingkungan secara lebih efektif.
 Psikoterapi adalah perawatan dengan menggunakan alat-alat psikologik terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional dimana seorang ahli secara sengaja menciptakan hubungan profesional dengan pasien, yang bertujuan :
a.       Menghilangkan, mengubah atau menurunkan gejala-gejala yang ada.
b.      Memperantarai perbaikan pola tingkah laku yang terganggu, dan
c.       Meningkatkan pertumbuhan serta mengembangkan kepribadian yang positif.
Psikoterapi adalah suatu intervensi interpersonal, relational yang digunakan oleh psikoterapis untuk membantu pasien atau klien dalam menghadapi problem-problem kehidupannya. Biasanya hal ini meliputi peningkatan perasaan sejahtera individual dan mengurangi pengalaman subjektif yang tidak nyaman. Psikoterapis memakai suatu batasan tehnik-tehnik yang berdasarkan pengalamannya membangun hubungan, perubahan dialog, komunikasi dan perilaku dan dirancang untuk memperbaiki kesehatan mental pasien atau klien, atau memperbaiki hubungan kelompok (seperti dalam keluarga).
2.       Karakteristik umum dari psikoterapi
·         Berdasarkan hubungan interpersonal
·         Menggunakan komunikasi verbal antara dua orang atau lebih sebagai elemen penyembuhan
·         Keahlian khusus pada bagian dari terapis dalam menggunakan komunikasi dan hubungan dalam cara penyembuhan
·          Berdasarkan struktur rasional atau konsep yang digunakan untuk mengerti problem pasien
·         Penggunaan prosedur dalam hubungan yang rasional
·         Hubungan terstruktur
·         Harapan perbaikan
3.      Klasifikasi Psikoterapi 
      Menurut Wolberg :
a.       Psikoterapi Restrukturisasi
Contohnya : psikoanalisa
b.      Psikoterapi Re-edukasi
Contohnya : psikoterapi kognitif dan psikoterapi perilaku’
c.       Psikoterapi Supportif.
Contohnya : ventilasi, sugestif, persuasif, reassurance, bimbingan dan konseling
Klasifikasi psikoterapi dikelompokkan :
a.       Menurut siapa yang terlibat dalam pengobatan
1)      Psikoterapi individual
2)      Psikoterapi kelompok
3)      Psikoterapi berpasangan
4)       Psikoterapi keluarga 

Pembahasan:
Image result for group therapy
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosi (Videbeck, S.L, 2008). Menurut Towsend (2009) kesehatan jiwa merupakan kemampuan beradaptasi terhadap stressor, baik dari diri sendiri maupun lingkungan, berdasarkan kondisi yang nyata dan logika, perasaan dan perilaku yang sesuai dengan norma dan budaya setempat. Kesehatan jiwa merupakan kondisi emosional, psikologis dan sosial yang sehat serta mampu beradaptasi dari stresor yang ditandai dengan perilaku, koping dan emosi yang adaptif. Jika seseorang tidak berhasil beradaptasi dan koping tidak adaptif serta bersikap negatif terhadap diri sendiri dan orang lain dapat mengakibatkan gangguan jiwa.
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang paling banyak ditemukan. Skizofrenia merupakan sekumpulan sindroma klinik yang ditandai dengan perubahan kognitif, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku (Kaplan dan Saddock, 2005). Perubahan perilaku merupakan salah satu gejala yang dijumpai pada skizofrenia. Perilaku kekerasan merupakan tindakan atau perilaku yang membahayakan baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Menurut Stuart dan Laraia (2005), perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku kekerasan baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal. Tindakan keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan lebih berfokus pada pengendalian perilaku kekerasan secara eksternal, yaitu pengikatan fisik (restrain) dan pembatasan gerak (isolasi) serta tindakan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipsikotik. Namun seringkali setelah diberi intervensi, pasien melakukan perilaku kekerasan ulang ketika sudah berkumpul kembali dengan teman-temannya, tiga pasien perilaku kekerasan yang sudah dilakukan perawatan atau penanganan maka dua diantaranya akan terjadi perilaku kekerasan ulang.
Terjadinya perilaku kekerasan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi penyebab perilaku kekerasan dikaitkan dengan faktor psikologis, sosial budaya dan biologis. Menurut Wahyuningsih, D (2009) faktor psikologis yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan adalah kehilangan, kegagalan yang berakibat frustasi, penguatan dan dukungan terhadap perilaku kekerasan, dan riwayat perilaku kekerasan. Sedangkan faktor presipitasi yang dapat menecetuskan terjadinya perilaku kekerasan ada dua, yaitu internal dan eksternal. Yang termasuk faktor internal klien diantaranya: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, dan kurang percaya diri. Sedangkan keributan, kehilangan obyek atau orang yang berharga dan adanya konflik interaksi sosial merupakan faktor eksternal atau lingkungan yang dapat mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan. Situasi lingkungan atau kejadian eksternal dapat diinterprestasikan oleh pasien sebagai suatu ancaman, yang menyebabkan pasien berperilaku agresif atau perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan yang terjadi pada pasien perlu penanganan secara tepat, agar tidak terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan, karena pasien dengan perilaku kekerasan dapat membahayakan diri pasien itu sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitar, misalnya bunuh diri atau membunuh orang lain. Untuk itu selain penaganan pengendalian perilaku dari diri pasien sendiri dengan latihan asertif, juga harus mempertimbangkan lingkungan untuk semua pasien ketika mencoba mengurangi, mengendalikan atau menghilangkan perilaku kekerasan pasien. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah terapi suportif asertif. Terapi ini merupakan penggabungan antara terapi suportif dan latihan asertif, dimana pasien diajak secara bersama-sama dengan kelompoknya untuk saling memberikan dukungan berperilaku asertif, sehingga terbentuk suatu situasi terkondisi, dan dukungan dalam kelompok. Terapi ini dapat dilakukan perawat dengan menggunakan pendekatan model keperawatan Interaksi King. King mengemukakan bahwa manusia sebagai sistem terbuka yang berinteraksi dengan lingkungannya, dimana interaksi antara individu itu diharapkan mampu mengubah persepsi dan menghasilkan pemaknaan yang positif, sehingga memunculkan tindakan yang positif pula (Alligood, 2010). Menurut model keperawatan King, didalam sistem interaksi yang dinamis terdiri dari tiga sistem yang saling berinteraksi, yaitu sistem personal (individu), sistem interpersonal (kelompok) dan sistem sosial (Tomey & Alligood, 2006).
Terapi kelompok suportif asertif dengan pendekatan model keperawatan interaksi King diberikan kepada pasien dengan menggunakan dua sistem yang saling berinteraksi yaitu sistem personal (individu) dan sistem interpersonal (kelompok). Sistem personal (individu) digunakan terutama pada sesi pertama dan kedua, sesi pertama diberikan untuk melatih cara-cara megendalikan perilaku kekerasan dan sesi kedua melatih bersikap asertif, dimana setelah diberikan sesi pertama dan kedua itu diharapkan pasien mempunyai persepsi dan gambaran diri yang positif sehingga dapat berperilaku asertif dalam menghadapi stressor. Untuk sistem interpersonal (kelompok) pada sesi ke tiga dan empat, yaitu mengajak pasien secara bersama-sama dengan kelompoknya untuk saling memberikan dukungan dalam berperilaku asertif sehingga pasien dapat lebih adaptif dalam menghadapi stressor.


DAPUS
Guilfoyle, M. (2005). From therapeutic power to resistance: Therapy and cultural hegemony. Theory & Psychology, 15(1), 101-124
Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition, 925 – 931.
Townsend, M.C. 2009. Essentials of psychiatric mental health nursing .3rd ed. Philadelphia, F.A. Davis Company
Videbeck, Sheila L. 2008. Psychiatric mental health nursing. 3rd edition. Philadhelpia: Lippincott Williams & Wilkins
Stuart, G.W., and Laraia .2005., Principles and practice of psychiatric nursing .7th ed. St.Louis, Missouri: Mosby Year Book
Kaplan & Saddock. 2005. Comprehensive textbook of psychiatry. 8th ed, Lippincot: Williams & Wilkins.
Tommey, A.M and M.R. Alligood. 2006. Nursing Theorists and Their Work. Philadelphia USA: Mosby
Alligood. 2010. Nursing Theory Utilization & Application. Fourth edition. Philadelphia USA: Mosby
Wahyuningsih,D 2009. Pengaruh Assertiveness Training (AT) terhadap Perilaku Kekerasan pada Klien Skizofrenia di RSUD Banyumas. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta
Khamida. TERAPI KELOMPOK SUPORTIF ASERTIF MENURUNKAN NILAI PERILAKU KEKERASAN PASIEN SKIZOFRENIA BERDASARKAN MODEL KEPERAWATAN INTERAKSI KING. Jurnal Keperawatan. Unusa: Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar