Sabtu, 15 Juli 2017

Cognitive Behavior Therapy



Aaron T. Beck (1964) mendefinisikan CBT sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang. Pedekatan CBT didasarkan pada formulasi kognitif, keyakinan dan strategi perilaku yang mengganggu. Proses konseling didasarkan pada konseptualisasi atau konseli atas keyakinan khusus dan pola perilaku konseli. Harapan dari CBT yaitu munculnya restrukturisasi kognitif yang menyimpang dan sistem kepercayaan untuk membawa perubahan emosi dan perilaku ke arah yang lebih baik.
Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan dari dua pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. Terapi kognitif tidak hanya berkaitan dengan positive thinking, tetapi berkaitan pula dengan happy thinking. Sedangkan Terapi tingkah laku membantu membangun hubungan antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat.

Tujuan CBT
Dalam proses konseling, beberapa ahli CBT (NACBT, 2007; Oemarjoedi, 2003) berasumsi bahwa masa lalu tidak perlu menjadi fokus penting dalam konseling. Oleh sebab itu CBT dalam pelaksanaan konseling lebih menekankan kepada masa kini dari pada masa lalu, akan tetapi bukan berarti mengabaikan masa lalu. CBT tetap menghargai masa lalu sebagai bagian dari hidup konseli dan mencoba membuat konseli menerima masa lalunya, untuk tetap melakukan perubahan pada pola pikir masa kini untuk mencapai perubahan di waktu yang akan datang. Oleh sebab itu, CBT lebih banyak bekerja pada status kognitif saat ini untuk dirubah dari status kognitif negatif menjadi status kognitif positif.

Prinsip – Prinsip Cognitive-Behavior Therapy (CBT)
Walaupun konseling harus disesuaikan dengan karakteristik atau permasalahan konseli, tentunya konselor harus memahami prinsip-prinsip yang mendasari CBT. Pemahaman terhadap prinsip-prinsip ini diharapkan dapat mempermudah konselor dalam memahami konsep, strategi dalam merencanakan proses konseling dari setiap sesi, serta penerapan teknik-teknik CBT. Berikut adalah prinsip-prinsip dasar dari CBT berdasarkan kajian yang diungkapkan oleh Beck (2011):
Prinsip nomor 1: Cognitive-Behavior Therapy didasarkan pada formulasi yang terus berkembang dari permasalahan konseli dan konseptualisasi kognitif konseli. Formulasi konseling terus diperbaiki seiring dengan perkembangan evaluasi dari setiap sesi konseling. Pada momen yang strategis, konselor mengkoordinasikan penemuan-penemuan konseptualisasi kognitif konseli yang menyimpang dan meluruskannya sehingga dapat membantu konseli dalam penyesuaian antara berfikir, merasa dan bertindak.
Prinsip nomor 2: Cognitive-Behavior Therapy didasarkan pada pemahaman yang sama antara konselor dan konseli terhadap permasalahan yang dihadapi konseli. Melalui situasi konseling yang penuh dengan kehangatan, empati, peduli, dan orisinilitas respon terhadap permasalahan konseli akan membuat pemahaman yang sama terhadap permasalahan yang dihadapi konseli. Kondisi tersebut akan menunjukan sebuah keberhasilan dari konseling.
Prinsip nomor 3: Cognitive-Behavior Therapy memerlukan kolaborasi dan partisipasi aktif. Menempatkan konseli sebagai tim dalam konseling maka keputusan konseling merupakan keputusan yang disepakati dengan konseli. Konseli akan lebih aktif dalam mengikuti setiap sesi konseling, karena konseli mengetahui apa yang harus dilakukan dari setiap sesi konseling.
Prinsip nomor 4: Cognitive-Behavior Therapy berorientasi pada tujuan dan berfokus pada permasalahan. Setiap sesi konseling selalu dilakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. Melalui evaluasi ini diharapkan adanya respon konseli terhadap pikiran-pikiran yang mengganggu tujuannya, dengan kata lain tetap berfokus pada permasalahan konseli.
Prinsip nomor 5: Cognitive-Behavior Therapy berfokus pada kejadiansaat ini. Konseling dimulai dari menganalisis permasalahan konseli pada saat ini dan di sini (here and now). Perhatian konseling beralih pada dua keadaan. Pertama, ketika konseli mengungkapkan sumber kekuatan dalam melakukan kesalahannya. Kedua, ketika konseli terjebak pada proses berfikir yang menyimpang dan keyakinan konseli dimasa lalunya yang berpotensi merubah kepercayaan dan tingkahlaku ke arah yang lebih baik.
Prinsip nomor 6: Cognitive-Behavior Therapy merupakan edukasi, bertujuan mengajarkan konseli untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri, dan menekankan pada pencegahan. Sesi pertama CBT mengarahkan konseli untuk mempelajari sifat dan permasalahan yang dihadapinya termasuk proses konseling cognitive-behavior serta model kognitifnya karena CBT meyakini bahwa pikiran mempengaruhi emosi dan perilaku. Konselor membantu menetapkan tujuan konseli, mengidentifikasi dan mengevaluasi proses berfikir serta keyakinan konseli. Kemudian merencanakan rancangan pelatihan untuk perubahan tingkah lakunya.
Prinsip nomor 7: Cognitive-Behavior Therapy berlangsung pada waktu yang terbatas. Pada kasus-kasus tertentu, konseling membutuhkan pertemuan antara 6 sampai 14 sesi. Agar proses konseling tidak membutuhkan waktu yang panjang, diharapkan secara kontinyu konselor dapat membantu dan melatih konseli untuk melakukan self-help.
Prinsip nomor 8: Sesi Cognitive-Behavior Therapy yang terstruktur.Struktur ini terdiri dari tiga bagian konseling. Bagian awal, menganalisis perasaan dan emosi konseli, menganalisis kejadian yang terjadi dalam satu minggu kebelakang, kemudian menetapkan agenda untuk setiap sesi konseling. Bagian tengah, meninjau pelaksanaan tugas rumah (homework asigment), membahas permasalahan yang muncul dari setiap sesi yang telah berlangsung, serta merancang pekerjaan rumah baru yang akan dilakukan. Bagian akhir, melakukan umpan balik terhadap perkembangan dari setiap sesi konseling. Sesi konseling yang terstruktur ini membuat proses konseling lebih dipahami oleh konseli dan meningkatkan kemungkinan mereka mampu melakukan self-help di akhir sesi konseling.
Prinsip nomor 9: Cognitive-Behavior Therapy mengajarkan konseli untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggapi pemikiran disfungsional dan keyakinan mereka. Setiap hari konseli memiliki kesempatan dalam pikiran-pikiran otomatisnya yang akan mempengaruhi suasana hati, emosi dan tingkah laku mereka. Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi pikirannya serta menyesuaikan dengan kondisi realita serta perspektif adaptif yang mengarahkan konseli untuk merasa lebih baik secara emosional, tingkahlaku dan mengurangi kondisi psikologis negatif. Konselor juga menciptakan pengalaman baru yang disebut dengan eksperimen perilaku. Konseli dilatih untuk menciptakan pengalaman barunya dengan cara menguji pemikiran mereka (misalnya: jika saya melihat gambar labalaba, maka akan saya merasa sangat cemas, namun saya pasti bisa menghilangkan perasaan cemas tersebut dan dapat melaluinya dengan baik). Dengan cara ini, konselor terlibat dalam eksperimen kolaboratif. Konselor dan konseli bersama-sama menguji pemikiran konseli untuk mengembangkan respon yang lebih bermanfaat dan akurat.
Prinsip nomor 10: Cognitive-Behavior Therapy menggunakan berbagai teknik untuk merubah pemikiran, perasaan, dan tingkah laku. Pertanyaanpertanyaan yang berbentuk sokratik memudahkan konselor dalam melakukan konseling cognitive-behavior. Pertanyaan dalam bentuk sokratik merupakan inti atau kunci dari proses evaluasi konseling. Dalam proses konseling, CBT tidak mempermasalahkan konselor menggunakan teknik-teknik dalam konseling lain seperti kenik Gestalt, Psikodinamik, Psikoanalisis, selama teknik tersebut membantu proses konseling yang lebih saingkat dan memudahkan konelor dalam membantu konseli. Jenis teknik yang dipilih akan dipengaruhi oleh konseptualisasi konselor tehadap konseli, masalah yang sedang ditangani, dan tujuan konselor dalam sesi konseling tersebut.

Teknik yang biasa dipergunakan oleh para ahli dalam CBT 
(McLeod, 2006: 157-158) yaitu:
a.Menata keyakinan irasional.
b.Bibliotherapy, menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan.
c.Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan konselor.
d.Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi ril.
e.Mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang dialami pada saat ini dengan skala 0-100.
f.Menghentikan pikiran. Konseli belajar untuk menghentikan pikiran negatif dan mengubahnya menjadi pikiran positif.
g.Desensitization systematic. Digantinya respons takut dan cemas dengan respon relaksasi dengan cara mengemukakan permasalahan secara berulang-ulang dan berurutan dari respon takut terberat sampai yang teringan untuk mengurangi intensitas emosional konseli.
h.Pelatihan keterampilan sosial. Melatih konseli untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya.
i.Assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan supaya bisa bertindak tegas.





Dalam Video ini, si anak memiliki pemikiran bahwa laba-laba merupakan binatang yang sangat menakutkan, selain itu juga ia sering mendapatkan mimpi buruk dari ketakutannya tersebut. Disitu terapis menata keyakinan irasional si anak dengan memberikan alasan alasan dan pernyataan mengenai laba-laba dan mimpi buruk dengan kalimat yang lebih rasional. Terapis juga menggunakan Bibliotherapy, dimana si anak dibuat agar dapat menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan dengan cara merubah mindset bahwa laba-laba adalah hewan yang menakutkan menjadi laba-laba merupakan hewan kecil yang tidak sama sekali menakutkan untuk dirinya. Terapis juga mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan terapis dan mencoba menggunakan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi ril. Anak diajak belajar untuk menghentikan pikiran negatif dan mengubahnya menjadi pikiran positif.


Dapus

Bush, John Winston. (2003). Cognitive Behavioral Therapy: The Basics. [Online].
Tersedia: http://cognitivetherapy.com/basics.html

Beck, A. T. (1964). Thinking and Depression: II. Theory and Therapy. Archives of General Psychiatry, 10, 561–571
Beck, Judith S. (2011). Cognitive-Behavior Therapy: Basic and Beyond (2nded). New York: The Guilford Press.
McLeod,  John.  (2006). Pengantar  Konseling:  Teori  dan  Studi  Kasus. Alih  Bahasa oleh A.K. Anwar. Jakarta: Kencana.

Oemarjoedi, A. Kasandra. (2003). Pendekatan Cognitive Behavior dalam Psikoterapi. Jakarta: Kreativ Media.

1 komentar: